Selasa, 02/01 Pengadilan Agama Pasuruan bersama Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdatul Ulama (LBHNU) Kota Pasuruan telah berhasil mengadakan kesepakatan Kerjasama dalam bentuk Memorandum of Understanding atau biasa disebut MoU. MoU ini sebagai bukti pelaksanaan Mandatory Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 57 juncto Peraturan Mahakamah Agung Nomor 01 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan. Penandatanganan MoU ini dilakukan oleh Ketua Pengadilan Agama Pasuruan, Ach. Zakiyuddin, S.H., M.H. dan Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdatul Ulama Kota Pasuruan, H. Ahmad Anshori, S.H., M.H.
Dalam pelaksanaannya Pengadilan Agama Pasuruan akan menyediakan loket dan sarana administrasi serta operasional LBHNU Kota Pasuruan. Sebagai timbal baliknya, LBHNU Kota Pasuruan berkewajiban untuk menyediakan personal yang akan ditempatkan pada pos bantuan hukum guna memberikan bantuan hukum, seperti pembuatan gugatan/permohonan, bantuan pembuatan jawaban/replik/duplik. Dengan terjalinnya kerjasama ini, diharapkan tercipta kerjasama yang harmonis dan memberikan manfaat serta kemudahan bagi para pihak yang berperkara.
Rangkaian kegiatan MoU Posbakum tidak hanya berhenti sampai penandatanganan, rangakaian kegiatan ini dilanjutkan dengan Diklat Pembuatan Gugatan pada keesokan harinya, Rabu (03/01). Diklat Pembuatan Gugatan ini disampaikan oleh YM Irkham Soderi, S.H., M.H. Diklat ini juga sebagai bentuk evaluasi dari hasil kerja Posbakum PA Pasuruan selama kurun waktu tahun 2023.
Dalam penyampaian materinya, YM Irkham Soderi, S.H., M.H. menyampaikan beberapa temuannya, berkaitan dengan salah satunya berkaitan dengan SEMA No 1 Tahun 2022 jo SEMA No 3 Tahun 2023, yaitu untuk alasan bercerai karena perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Beliau memaparkan kebiasaan yang selalau beliau temukan dalam gugatan cerai baik cerai talak atau cerai gugat adalah rancunya kurun waktu pertengkaran terus menerus dan lamanya perpisahan karena alasan tersebut. Dari temuan tersebut beliau mengatakan harus lebih diperjelas dan dipertegas lagi, dan rekomendasi yang beliau sampaikan untuk dijadikan pedoman adalah posbakum harus berkemampuan untu membedakan awal pertengkaran dan puncak pertengkarannya, dapat menjelaskan berapa lama perpisahannya. Jika perpisahan belum mencapai 6 bulan, maka harus digali apakah ada KDRT ataukah suami atau isteri sudah mempunyai hubungan dengan pria/perempuan lain. (IM)