Pasuruan, 30 April 2024 – Hakim Pengadilan Agama Pasuruan, Muhamad Anwar Umar, S.Ag., mengikuti Launcing dan Talkshow Panduan Praktis Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah yang diadakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak secara daring. Acara tersebut diawali dengan arahan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si, yang menyampaikan bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak yang merupakan isu kompleks dengan factor penyebab yang beragam serta memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak.
Dalam acara tersebut, Kementrian PPPA mengundang beberapa nasarumber antara lain perwakilan dari Kementrian PPPA, Bapak Yudi Hermawan, S.H.,M.H. dari Badilag Mahkamah Agung RI, Kepala Dinas Pendidikan NTB, Direktur Eksekutif Yayasan Swadaya Mitra Bangsa Sulawesi, Ketua PPSW Jakarta, dan perwakilan Forum Anak Nasional. Perwakilan dari Kementrian PPPA memaparkan bahwa strategi nasional ini telah dicanangkan sejak tahun 2020 dengan adanya pemantauan, pengawasan, evaluasi serta pelaporan dari setiap daerah dan data perkawinan anak tahun 2023 menunjukkan propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan angka perkawinan anak tertinggi.
Data tersebut diperkuat oleh Bapak Yudi Hermawan yang memaparkan bahwa data perkara Dispensasi Kawin yang masuk di Badilag MARI sebanyak 42.780 perkara dan pengadilan di wilayah PTA Surabaya merupakan satuan kerja dengan angka perkara Dispensasi Kawin tertinggi yaitu 12.977 perkara. Selain itu data dari BPS terkait perkawinan anak pada tahun 2023 sebanyak 330.000, dan data perkara Dispensasi Kawin yang masuk di Badilag MARI pada tahun 2023 sebanyak 42.780. Artinya hanya 20% perkawinan anak yang dilakukan secara resmi dan selebihnya adalah perkawinan sirri atau di bawah tangan.
Badilag MARI dalam rangka mendukung Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak telah melakukan beberapa upaya antara lain mendorong satuan kerja untuk melakukan Kerjasama dengan UPTS setempat, melakukan bimbingan teknis kepada Hakim dan tenaga teknis, monitoring dan evaluasi, menjalin kerjasama dengan kementrian terkait (PPPA, Kemenkes, dsb), mendorong diterbitkannya instruksi daerah dari Kemendagri yang mewajibkan Pemda Kabupaten/Kota terkait upata sistematis dalam mencegah terjadinya perkawinan anak serta menjalin sinergitas dengan stakeholder dengan pembaharuan aturan hukum yang masih membuka peluan bagi adanya praktik perkawinan anak.
Pada akhir pemaparannya, Bapak Yudi Hermawan menjelaskan bahwa tanggung jawab pencegahan perkawinan anak adalah lintas sektoral, pengadilan merupakan pintu pertahanan terakhir dalam upaya pencegahan perkawinan anak. (RAP)